Rajin Shalat dan Puasa? Bisa Saja Tetap Masuk Neraka Karena Dosa Ini!
Orang yang bangkrut menurut Rasulullah adalah seseorang yang datang ke hari kiamat dengan pahala shalat, zakat, dan puasa. Ia membawa setumpuk amalan ibadah. Tetapi pahala itu habis satu per satu untuk membayar dosa-dosanya kepada orang yang pernah ia sakiti, hina, dan aniaya.
MANUSIA adalah makhluk yang tidak pernah sempurna. Dalam proses hidupnya, manusia pasti berbuat salah, baik secara sengaja maupun tanpa disadari. Nabi Muhammad SAW telah mengingatkan bahwa setiap manusia pasti pernah jatuh dalam kesalahan, namun yang terbaik adalah yang mau mengakui dan segera memperbaikinya. Kalimat ini bukan hanya pengingat, tetapi juga peringatan bahwa dosa adalah bagian dari perjalanan hidup.
Dalam Islam, dosa tidak hanya terkait dengan hubungan manusia dengan Allah. Ada dimensi lain yang disebut hablum minannas, yaitu hubungan manusia dengan manusia lainnya. Dua hubungan ini berjalan berdampingan dan menjadi tolok ukur kualitas keimanan seseorang. Sebab, ibadah yang baik tidak pernah sempurna tanpa akhlak yang baik terhadap sesama.
Para ulama membagi persoalan manusia menjadi dua: ibadah yang berkaitan dengan Allah, serta muamalah yang mengatur hubungan manusia. Dua ranah ini menunjukkan bahwa interaksi sosial memiliki posisi penting dalam pandangan Islam, bahkan menjadi penentu keselamatan di akhirat.
Ketika manusia berbuat salah dalam ibadah, ia bisa bertaubat langsung kepada Allah. Namun ketika seseorang melukai, merugikan, atau menzalimi sesamanya, dosa itu tidak akan hilang kecuali mendapat maaf dari orang yang disakiti. Inilah yang disebut dosa horizontal, dosa yang melibatkan sesama manusia dan memiliki konsekuensi yang sangat berat.
Dosa horizontal mampu menghancurkan hubungan harmonis di dunia. Orang yang sering menggunjing, mencaci, menuduh, atau merampas hak orang lain biasanya dijauhi masyarakat. Tetapi ancaman yang lebih menakutkan bukan itu, melainkan konsekuensi di akhirat ketika semua amal kebaikan akan dipertukarkan dengan dosa yang ia lakukan kepada orang lain.
Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para sahabat tentang siapa orang yang paling bangkrut. Sahabat menjawab bahwa orang bangkrut adalah mereka yang tidak lagi memiliki harta atau aset. Namun Rasulullah memberikan jawaban yang berbeda dan mengguncang hati siapa pun yang mendengarnya.
Orang yang bangkrut menurut Rasulullah adalah seseorang yang datang ke hari kiamat dengan pahala shalat, zakat, dan puasa. Ia membawa setumpuk amalan ibadah. Tetapi pahala itu habis satu per satu untuk membayar dosa-dosanya kepada orang yang pernah ia sakiti, hina, dan aniaya.
Dalam hadis itu digambarkan bagaimana pahala yang tadinya menjadi tabungan akhirat justru dipindahkan kepada orang yang pernah ia zalimi. Bahkan, ketika pahala sudah habis, sementara daftar orang yang menuntut masih panjang, dosa mereka akan dipindahkan kepadanya. Itulah bentuk kebangkrutan paling dahsyat yang tidak terbayangkan di dunia.
Kisah tentang orang yang bangkrut ini bukan sekadar peringatan, tetapi gambaran jelas bahwa dosa kepada sesama jauh lebih berbahaya daripada dosa kepada Allah. Allah Maha Pengampun, namun manusia tidak selalu memaafkan. Permintaan maaf yang terlambat mungkin tak lagi dapat diterima, sehingga seseorang harus menanggung akibatnya di akhirat.
Menjelang wafatnya, Rasulullah SAW bahkan meminta secara terbuka agar siapa pun yang pernah beliau sakiti menuntutnya saat itu juga. Hal ini menunjukkan betapa beliau sangat takut terhadap dosa kepada sesama manusia. Jika seorang nabi saja merasa khawatir, bagaimana dengan manusia biasa yang penuh salah?
Realitas ini selayaknya menjadi renungan mendalam. Kita tidak pernah tahu apakah kalimat, tindakan, atau perbuatan kita telah melukai seseorang. Bahkan hal yang tampak sepele seperti mengabaikan, meremehkan, atau bergunjing bisa menjadi beban besar di akhirat kelak.
Dosa kepada sesama tidak selalu dilakukan secara sengaja. Kadang manusia terlalu cepat menilai, terlalu mudah berbicara, atau terlalu ringan mengejek. Tanpa disadari, hal tersebut menjadi catatan dosa yang akan menunggu di hari perhitungan. Dan tidak ada yang lebih menyakitkan selain kehilangan pahala amal yang selama ini dikumpulkan dengan susah payah.
Di era digital ini, dosa kepada sesama semakin mudah terjadi. Komentar di media sosial, fitnah online, hingga menyebarkan informasi tanpa verifikasi dapat menjadi bentuk kezaliman baru. Orang bisa bangkrut hanya karena tangannya terlalu cepat mengetik tanpa memikirkan akibatnya.
Konteks dosa sesama manusia sangat relevan dengan kehidupan saat ini. Banyak orang yang rajin beribadah, tetapi lalai menjaga lisannya dan perbuatannya terhadap manusia lainnya. Padahal, kesalehan tidak hanya dinilai dari banyaknya ibadah, tetapi dari baiknya hubungan dengan sesama.
Dalam kehidupan bermasyarakat, penting untuk selalu menjaga perasaan orang lain, menghargai hak-haknya, serta menjauhi bentuk-bentuk kezaliman, sekecil apa pun. Sebab, kebaikan yang kita lakukan hari ini dapat lenyap seketika hanya karena satu tindakan yang menyakiti orang lain.
Islam menuntut umatnya untuk menjadi pribadi yang menebarkan manfaat, bukan mudarat. Bahwa setiap perbuatan buruk kepada sesama akan menciptakan kerusakan, sedangkan setiap kebaikan akan menjadi cahaya bagi diri sendiri dan lingkungan.
Menghindari dosa sesama manusia bukan sekadar etika sosial, tetapi kewajiban spiritual yang menjadi syarat keselamatan akhirat. Dunia ini adalah tempat berlatih, sementara akhirat adalah tempat menerima hasil. Dan tidak ada yang ingin datang ke hadapan Allah dalam keadaan bangkrut.
Maka, penting bagi setiap manusia untuk selalu mengevaluasi diri: apakah hari ini kita pernah menyakiti hati seseorang? Apakah kita pernah mengambil hak orang lain? Apakah ada orang yang terluka oleh ucapan atau tindakan kita? Jika ya, minta maaflah sebelum terlambat.
Sebagai manusia biasa, kita tidak luput dari dosa. Tetapi kesempatan untuk memperbaiki diri selalu terbuka. Meminta maaf, memperbaiki hubungan, dan menahan diri dari perbuatan menyakiti adalah langkah nyata menuju keselamatan dunia dan akhirat.
Kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh hubungan dengan Allah, tetapi juga oleh hubungan dengan sesama manusia. Menjaga keduanya adalah jalan menuju hidup yang berkah dan akhirat yang selamat.
Berita Terkait Berdasarkan Tags
Sebab Orang Tua Anak Masuk Neraka
02 November 2025Sibuk Mengejar Dunia Lupa Mati
31 Oktober 2025Berita Lainnya dalam Kategori Agama
Sebab Orang Tua Anak Masuk Neraka
02 November 2025Jangan Dibaca Kalau Takut Tersindir
02 November 2025Sibuk Mengejar Dunia Lupa Mati
31 Oktober 2025Komentar (0)
Tinggalkan Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!