DPP LDII: Santri Bukan Hanya Penjaga Agama, Tapi Penopang Moral Bangsa

...peran pesantren sebagai pusat pembentukan karakter, nasionalisme, dan kemandirian umat.

Nasional Oleh: Mukmin 23 Oktober 2025 97x dilihat
DPP LDII: Santri Bukan Hanya Penjaga Agama, Tapi Penopang Moral Bangsa
Ketua Umum DPP LDII KH. Criswanto Santoso. Foto: LINES.

Jakarta (22/10). Resolusi Jihad yang dicetuskan KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menjadi bukti bahwa perjuangan santri tidak hanya berkutat pada urusan agama, tetapi juga menyangkut pembelaan terhadap tanah air. Karena peristiwa bersejarah itu, tanggal 22 Oktober kemudian ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional (HSN) untuk mengenang kiprah para santri sekaligus memperkuat kembali peran mereka dalam menjaga moral dan persatuan bangsa.

Peringatan Hari Santri menjadi momentum untuk mengenang dan menghargai jasa besar para ulama serta santri yang turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, menyampaikan bahwa terlepas dari berbagai pandangan terhadap dunia pesantren, jasa lembaga tersebut dalam membangun bangsa tak dapat diabaikan. Menurutnya, pesantren dan santrinya memiliki andil besar dalam lahir dan tumbuhnya Republik Indonesia.

KH Chriswanto menegaskan, peringatan Hari Santri tahun ini harus dijadikan refleksi untuk memperkuat peran pesantren sebagai pusat pembentukan karakter, nasionalisme, dan kemandirian umat. Ia menilai, santri bukan hanya penjaga nilai agama, tetapi juga menjadi panutan moral bangsa. Sejarah telah mencatat, para santri dan kiai ikut berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan hingga pembangunan nasional.

Menyoroti isu-isu yang menyeret dunia pesantren ke dalam sorotan publik, KH Chriswanto mengimbau masyarakat untuk tidak menggeneralisasi. Ia menekankan pentingnya membedakan antara perilaku oknum dan lembaga pesantren secara keseluruhan. Pesantren, katanya, sudah banyak berkontribusi dalam mencerdaskan bangsa, menanamkan akhlak mulia, serta menumbuhkan kecintaan kepada tanah air. Karena itu, marwah pesantren tidak boleh ternoda oleh ulah segelintir orang.

Ia juga menekankan pentingnya tata kelola pesantren yang adaptif terhadap perkembangan zaman, namun tetap berpegang pada nilai-nilai Islam. “Kementerian Agama bersama ormas-ormas Islam perlu memperkuat pembinaan, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan pesantren. Dengan cara itu, pesantren akan semakin dipercaya masyarakat sebagai lembaga pendidikan yang unggul dan berintegritas,” ujarnya.

Selain itu, KH Chriswanto mengingatkan bahwa santri masa kini harus siap menghadapi tantangan era digital dan globalisasi tanpa kehilangan jati diri. Santri, kata dia, seharusnya mampu menjadi teladan dalam moral sekaligus unggul di bidang teknologi, ekonomi kreatif, dan kontribusi sosial. “Inilah semangat ‘Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia’ yang sejati,” pungkasnya.

Pandangan senada disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Al Ubaidah Kertosono, Habib Ubaidillah Al Hasany. Ia menegaskan bahwa perjuangan santri tidak berhenti setelah Indonesia merdeka. Menurutnya, santri harus terus melanjutkan semangat perjuangan pendahulu dengan menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman.

Habib Ubaidillah menjelaskan bahwa pesantren merupakan sistem pendidikan Islam yang telah mengakar kuat di Indonesia sejak abad ke-16. Lembaga ini berperan penting dalam membentuk karakter bangsa melalui pembelajaran agama, moral, dan sosial. Ia mengingatkan agar santri tidak hanya berfokus pada pendidikan agama, melainkan juga menyeimbangkannya dengan pengetahuan dunia. “Keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat adalah kunci agar santri bisa menjawab tantangan zaman,” jelasnya.

Menurutnya, generasi santri harus memiliki kecakapan hidup dan kemampuan yang bermanfaat bagi masyarakat. Dengan begitu, mereka akan menjadi manusia yang cerdas, terampil, dan berkarakter, sekaligus siap mengambil peran dalam pembangunan bangsa.

Lebih lanjut, Habib Ubaidillah menilai pesantren kini telah berevolusi menjadi lembaga pendidikan yang modern tanpa kehilangan nilai-nilai tradisionalnya. Lulusan pesantren, katanya, telah banyak berkontribusi di berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, hingga kebudayaan. Namun ia juga mengingatkan, santri perlu tetap peka terhadap tantangan zaman seperti krisis moral, radikalisme, dan kesenjangan sosial.

“Santri harus mampu menjadi bagian dari solusi, bukan hanya penonton dalam menghadapi persoalan bangsa. Pesantren perlu hadir memberikan jawaban konkret terhadap berbagai masalah masyarakat dengan tetap berpegang pada nilai keislaman,” tutupnya.

Komentar (0)

Tinggalkan Komentar

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!